Apakah Allah swt Tidak Menyayangiku???
Mungkin,
pertanyaan semacam ini pernah atau bahkan mungkin sering merasuk dalam diri
seorang muslim. Dia melihat orang-orang yang akhlak dan ilmu agamanya jauh
lebih rendah darinya, atau bahkan mungkin rusak, namun kenapa Allah swt
senantiasa memberikan orang tersebut harta yang melimpah? Kenapa rizki
orang-orang yang jauh dari Allah swt jauh lebih baik dari dirinya? Kenapa
dirinya yang senantiasa taat dan selalu berusaha untuk berjalan lurus di
jalan-Nya tapi tidak pernah mendapatka rizki yang lebih baik? Apakah Allah swt
tidak menyayangi aku dan orang-orang seperti aku yang selalu berusaha untuk
taat kepada-Nya?
Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, coba sejenak mari kita perhatikan
cerita singkat dan sederhana berikut:
Si TAAT dan
si JAHAT
Dahula
kala…bahkan sampai saat ini …
Ada seorang
ayah yang memiliki dua anak …
Anak yang satu bernama TAAT …
an yang kedua bernama JAHAT …
Si TAAT selalu menuruti semua perintah dan larangan ayahnya, selalu membantu ayah dan Ibunya, mengerti akan tugas-tugasnyanya, tidak pernah membuat ayah dan ibunya marah, selalu bersikap hormat, penyantun, lembut dalam bertutur kata …
Sedangkan si JAHAT hampir selalu melawan perintah dan larangan ayah dan ibunya, malas bekerja dan membantu orang tua, suka membuat orangtuanya jengkel, arogan, ucapannya suka kasar dan kotor …
Anak yang satu bernama TAAT …
an yang kedua bernama JAHAT …
Si TAAT selalu menuruti semua perintah dan larangan ayahnya, selalu membantu ayah dan Ibunya, mengerti akan tugas-tugasnyanya, tidak pernah membuat ayah dan ibunya marah, selalu bersikap hormat, penyantun, lembut dalam bertutur kata …
Sedangkan si JAHAT hampir selalu melawan perintah dan larangan ayah dan ibunya, malas bekerja dan membantu orang tua, suka membuat orangtuanya jengkel, arogan, ucapannya suka kasar dan kotor …
Suatu ketika
…
Baik si TAAT maupun si JAHAT sama-sama mengajukan permintaan…
Kebetulan permintaan keduanya sama …
Keduanya sama-sama meminta dibelikan mobil-mobilan baru yang harganya sangat mahal …
Baik si TAAT maupun si JAHAT sama-sama mengajukan permintaan…
Kebetulan permintaan keduanya sama …
Keduanya sama-sama meminta dibelikan mobil-mobilan baru yang harganya sangat mahal …
Apakah yang
terjadi…?
Apakah sang ayah hanya akan mengabulkan permintaan si TAAT karena telah bersikap baik kemudian menolak permintaan si JAHAT karena selalu bersikap buruk …?
Ternyata…jawabannya tidaklah demikian …
Apakah sang ayah hanya akan mengabulkan permintaan si TAAT karena telah bersikap baik kemudian menolak permintaan si JAHAT karena selalu bersikap buruk …?
Ternyata…jawabannya tidaklah demikian …
Sang ayah
menuruti permintaan kedua anaknya untuk membelikan mobil-mobilan …
Bahkan, ayah masih menuruti kemauan si JAHAT yang masih minta di tambah dengan satu buah pistol-pistolan, sementara si TAAT sudah sangat berterimakasih dan bersyukur karena sudah dibelikan mobil-mobilan baru dengan harga yang sangat mahal itu …
Bahkan, ayah masih menuruti kemauan si JAHAT yang masih minta di tambah dengan satu buah pistol-pistolan, sementara si TAAT sudah sangat berterimakasih dan bersyukur karena sudah dibelikan mobil-mobilan baru dengan harga yang sangat mahal itu …
HIKMAH:
Apakah
dengan demikian berarti sang ayah benar-benar menyayangi si JAHAT dan si TAAT dengan
seimbang? Atau justru si ayah lebih menyayangi si JAHAT karena telah membelikan
mainan tambahan?
Jawabnya
adalah : “BELUM TENTU”
Disinilah
berperan yang disebut dengan sifat “Penyayang” dan “Pemberi”.
Sang ayah membelikan mobil-mobilan kepada si TAAT karena ia memang sangat menyayangi anaknya yang selalu patuh itu …
Dan ia membelikan mobil-mobilan kepada si JAHAT karena sang ayah masih memiliki sifat pemberi selain sifat penyayang tadi …
Adapun sang ayah yang membelikan mainan tambahan kepada si JAHAT berupa pistol-pistolan, tidak lain dan tidak bukan, hanyalah sebagi ujian bagi anaknya agar ia berfikir bahwa meskipun ia terlampau nakal, sang ayah tidak akan membeda-bedakannya, sang ayah tidak akan memblokir permintaan dan pemberiannya… dan berharap agar ia bisa berubah dikemudian hari untuk menjadi anak yang baik seperti si TAAT …
Sang ayah membelikan mobil-mobilan kepada si TAAT karena ia memang sangat menyayangi anaknya yang selalu patuh itu …
Dan ia membelikan mobil-mobilan kepada si JAHAT karena sang ayah masih memiliki sifat pemberi selain sifat penyayang tadi …
Adapun sang ayah yang membelikan mainan tambahan kepada si JAHAT berupa pistol-pistolan, tidak lain dan tidak bukan, hanyalah sebagi ujian bagi anaknya agar ia berfikir bahwa meskipun ia terlampau nakal, sang ayah tidak akan membeda-bedakannya, sang ayah tidak akan memblokir permintaan dan pemberiannya… dan berharap agar ia bisa berubah dikemudian hari untuk menjadi anak yang baik seperti si TAAT …
Begitu juga
dengan Allah swt, Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia akan selalu
memberi, namun belum tentu bahwa ia akan selalu menyayangi. Adapun setiap
pemberiannya adalah nikmat bagi kita semua. Sedangkan nikmat adalah ujian agar
kita bersyukur kepadanya, bukan malah kufur atau ingkar kepadanya. Karena,
barangsiapa kufur atas nikmat Allah, maka azab-Nya yang pedih telah menanti.
Dikutip dari
www.lingkarcahaya.com
Menata Hati
Betapa
indahnya sekiranya kita memiliki qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara,
terawat dengan sebaik-baiknya. Ibarat taman bunga yang pemiliknya mampu
merawatnya dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Alur-alur penanamannya
tertata rapih. Pengelompokan jenis dan warna bunganya berkombinasi secara
artistik. Yang ditanam hanya tanaman bunga yang memiliki warna-warni yang indah
atau bahkan yang menyemerbakan keharuman yang menyegarkan.
Rerumputan liar yang tumbuh dibawahnya senantiasa disiangi. Parasit ataupun hama yang akan merusak batang dan daunnya dimusnahkan. Tak lupa setiap hari disiraminya dengan merata, dengan air yang bersih. Tak akan dibiarkan ada dahan yang patah atau ranting yang mengering.
Rerumputan liar yang tumbuh dibawahnya senantiasa disiangi. Parasit ataupun hama yang akan merusak batang dan daunnya dimusnahkan. Tak lupa setiap hari disiraminya dengan merata, dengan air yang bersih. Tak akan dibiarkan ada dahan yang patah atau ranting yang mengering.
Walhasil,
tanahnya senantiasa gembur, tanaman bunga pun tumbuh dengan subur. Dedaunannya
sehat menghijau. Dan, subhanallah, bila pagi tiba manakala sang matahari naik sepenggalah,
dan saat titik-titik embun yang bergelayutan di ujung dedaunan menagkap kilatan
cahayanya, bunga-bunga itu, dengan aneka warnanya, mekar merekah. Wewangian
harumnya semerbak ke seantero taman, tak hanya tercium oleh pemiliknya, tetapi
juga oleh siapapun yang kebetulan berlalu dekat taman. Sungguh, alangkah indah
dan mengesankan.
Begitu pun
qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, serta terawat dengan
sebaik-baiknya. Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang, tenteram, tenang,
sejuk, dan indahnya hidup di dunia ini. Semua ini akan tersemburat pula dalam
setiap gerak-geriknya, perilakunya, tutur katanya, sunggingan senyumnya,
tatapan matanya, riak air mukanya, bahkan diamnya sekalipun.
Orang yang
hatinya tertata dengan baik tak pernah merasa resah gelisah, tak pernah
bermuram durja, tak pernah gundah gulana. Kemana pun pergi dan dimana pun
berada, ia senantiasa mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa berada
dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan.
Hatinya bagai embun yang menggelayut di dedaunan di pagi hari, jernih,
bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Hatinya tertambat bukan kepada barang-barang
yang fana, melainkan selalu ingat dan merindukan Zat yang Maha Memberi
Ketenteraman, Allah Azza wa Jalla.
Ia yakin
dengan keyakinan yang amat sangat bahwa hanya dengan mengingat dan merindukan
Allah, hanya dengan menyebut-nyebut namanya setiap saat, meyakini dan
mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka hatinya menjadi tenteram. Tantangan apapun
dihadapinya, seberat apapun, diterimanya dengan ikhlas. Dihadapinya dengan
sunggingan senyum dan lapang dada. Baginya tak ada masalah sebab yang menjadi
masalah hanyalah caranya yang salah dalam menghadapi masalah.
Adalah
kebalikannya dengan orang yang berhati semrawut dan kusut masai. Ia bagaikan
kamar mandi yang kumuh dan tidak terpelihara. Lantainya penuh dengan kotoran.
Lubang WC-nya masih belepotan sisa kotoran. Dindingnya kotor dan kusam.
Gayungnya bocor, kotor, dan berlendir. Pintunya tak berselot. Krannya susah diputar
dan air pun sulit untuk mengalir. Tak ada gantungan. Baunya membuat setiap
orang yang menghampirinya menutup hidung. Sudah pasti setiap orang enggan
memasukinya. Kalaupun ada yang sudi memasukinya, pastilah karena tak ada
pilihan lain dan dalam keadaan yang sangat terdesak. Itu pun seraya menutup
hidung dan menghindarkan pandangan sebisa-bisanya.
Begitu pun
keadaannya dengan orang yang berhati kusam. Ia senantiasa tampak resah dan
gelisah. Hatinya dikotori dengan buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau
kompromi, mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain berbahagia, kikir,
dan lain-lain penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk
dihilangkan.
Sungguh,
orang yang berhati busuk seperti itu akan mendapatkan kerugian yang berlipat-lipat.
Tidak saja hatinya yang selalu gelisah, namun juga orang lain yang melihatnya
pun akan merasa jijik dan tidak akan menaruh hormat sedikit pun jua. Ia akan
dicibir dan dilecehkan orang. Ia akan tidak disukai, sehingga sangat mungkin
akan tersisih dari pergaulan. Terlepas siapa orangnya. Adakah ia orang berilmu,
berharta banyak, pejabat atau siapapun; kalau berhati busuk, niscaya akan
mendapat celaan dari masyarakat yang mengenalnya. Derajatnya pun mungkin akan
sama atau, bahkan, lebih hina dari pada apa yang dikeluarkan dari perutnya.
Bagi orang
yang demikian, selain derajat kemuliannya, akan jatuh di hadapan manusia, juga
di hadapan Allah. Ini dikarenakan hari-harinya selalu diwarnai dengan aneka
perbuatan yang mengundang dosa. Allah tidak akan pernah berlaku aniaya terhadap
makhluk-makhluknya. Sesungguhnyalah apa yang didapatkan seseorang itu, tidak
bisa tidak, merupakan buah dari apa yang diusahakannya.
وَأَن
لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
وَأَنَّ
سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى
ثُمَّ
يُجْزَاهُ الْجَزَاء الْأَوْفَى
“Dan
bahwasannya manusia tidak akan memperoleh (sesuatu), selain dari apa yang telah
diusahakannya. Dan bahwasannya kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian
akan diberikan balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (QS. An
Najm {53} : 39-41).
Kebaikan
yang ditunaikan dan kejahatan yang diperbuat seseorang pastilah akan kembali
kepada pelakunya. Jika berbuat kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai
dengan takaran yang telah dijanjikan-Nya. Sebaliknya, jika berbuat kejahatan,
niscaya ia akan mendapatkan balasan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang
dilakukannya. Sedangkan kebaikan dan kejahatan tidaklah bisa berhimpun dalam
satu kesatuan.
Orang yang
hatinya tertata rapih adalah orang yang telah berhasil merintis jalan ke arah
kebaikan. Ia tidak akan tergoyahkan dengan aneka rayuan dunia yang tampak
menggiurkan. Ia akan melangkah pada jalan yang lurus. Dititinya tahapan
kebaikan itu hingga mencapai titik puncak. Sementara itu ia akan berusaha
sekuat-kuatnya untuk berusaha sekuat-kuatnya untuk memelihara dirinya dari
sikap riya, ujub, dan perilaku rendah lainnya. Oleh karenanya, surga
sebaik-baiknya tempat kembali, tentulah telah disediakan bagi kepulangannya ke
yaumil akhir kelak. Bahkan ketika hidup di dunia yang singkat ini pun ia akan
menikmati buah dari segala amal baiknya.
Dengan
demikian, sungguh betapa beruntungnya orang yang senantiasa bersungguh-sungguh
menata hatinya karena berarti ia telah menabung aneka kebaikan yang akan segera
dipetik hasilnya dunia akhirat. Sebaliknya alangkan malangnya orang yang selama
hidupnya lalai dan membiarkan hatinya kusut masai dan kotor. Karena, jangankan
akhirat kelak, bahkan ketika hidup di dunia pun nyaris tidak akan pernah
merasakan nikmatnya hidup tenteram, nyaman, dan lapang.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Komentar