5 HAK AL-QUR’AN
“Ki, bukankah Al-Qur’an merupakan
petunjuk bagi kita ki?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas, bahkan dengan tegas
Al-Qur’an menyatakan bahwa ‘tidak ada keraguan di dalamnya’ sebagai petunjuk
orang-orang mutaqin.” Jawab Ki Bijak, sambil mengutip ayat Al-Qur’an.
“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”(QS. Al-Baqarah [2] : 2)
“Lalu kenapa masih banyak orang yang
membaca Al-Qur’an, tapi masih banyak di antara kita yang masih kelimpungan
mencari petunjuk lain selain Al-Qur’an, apanya yang salah ki?” Tanya Maula.
“Tidak ada yang salah bagi kita yang
rajin dan pandai membaca Al-Qur’an, dan jika kita belum menemukan Al-Qur’an
sebagai petunjuk, itu karena kita belum menunaikan hak-hak Al-Qur’an.” Kata Ki
Bijak.
“Hak-hak Al-Qur’an ki?” Tanya Maula
“Benar Nak Mas, kadang kita terlalu
sibuk menuntut Al-Qur’an sebagai ini dan itu, sementara hak-nya tidak pernah
kita hiraukan.”
“Al-Qur’an juga mempunyai hak atas kita,
yang jika hak-hak Al-Qur’an itu kita tunaikan, insya Allah, kita akan
benar-benar mendapati Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi kita, bahkan lebih dari
itu, Al-Qur’an akan menjadi rahmat dan pemberi syafaat bagi kita di yaumil
akhir nanti.” Sambung Ki Bijak.
“Apa saja hak-hak Al-Qur’an atas kita
ki?” Tanya Maula.
“Setidaknya ada lima hak Al-Qur’an yang
harus kita tunaikan, yang pertama, hak Al-Qur’an atas kita adalah dibaca sesuai
dengan ketentuan tajwid dan mahroj-nya.” Kata Ki Bijak.
“Alhamdulillah, kalau sekarang ini
banyak metode pembelajaran Al qu’ran yang bagus, yang bisa dengan cepat
mengajar kita untuk bisa baca Al-Qur’an, hanya kadang sebagian kita kurang
terlalu peduli dengan kaidah-kaidah baca Al-Qur’an yang benar, sehingga
keagungan bacaan Al-Qur’an sebagai kalam ilahi, menjadi kurang tampak, dan bahkan
bagi sebagian orang, membaca Al-Qur’an tidak lebih penting dari membaca koran,
ini yang harus kita perbaiki, sebagai salah satu langkah kita untuk memenuhi
hak Al-Qur’an atas kita, baca Al-Qur’an sesuai dengan ketentuan dan kaidahnya.”
Kata Ki Bijak.
“Lalu hak Al-Qur’an yang kedua atas kita
apa ki?” Tanya Maula.
“Setelah kita bisa membaca Al-Qur’an,
maka akan timbul hak Al-Qur’an yang kedua, yaitu memahami artinya, baik arti
secara harfiah, maupun arti maknawi (tafsir)-nya.” Kata Ki Bijak.
“Nak Mas masih ingat, apa saja yang
terkandung dalam Al-Qur’an?” Tanya Ki Bijak.
“Ya ki, secara garis besar, Al-Qur’an
mengandung pelajaran ketauhidan, kisah-kisah bangsa terdahulu serta hukum-hukum
atau syari’at.” Jawab Maula,
“Karenanya, kita harus benar-benar memahami
apa arti bacaan Al-Qur’an, agar kita bisa melaksanakan apa yang terdapat dalam
Al-Qur’an serta menjauhi apa yang dilarang Allah seperti tercantum dalam
ayat-ayat Al-Qur’an,”
“Atau bagaimana mungkin kita bisa
menjadikan kisah-kisah bangsa terdahulu yang diterangkan Al-Qur’an sementara
kita tidak mengetahui apa yang dikatakan Al-Qur’an? untuk itulah kewajiban kita
terhadap Al-Qur’an adalah mengerti dan memahami arti dan maknanya.” Kata Ki
Bijak.
Maula manggut-manggut mendengar
penjelasan gurunya, “Yang ketiga ki?” Tanyanya kemudian.
“Hak Al-Qur’an yang ketiga adalah
dihapal.” Kata Ki Bijak.
“Nak Mas masih ingat dengan hadits yang
menunjukan keistimewaan orang yang hapal Al-Qur’an?” Tanya Ki Bijak.
“Ya ki, dari Abi Hurarirah r.a. ia
berkata, ‘Rasulullah SAW mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang.
Kemudian Rasulullah SAW mengecek kemampuan membaca dan hapalan Al-Quran mereka.
Setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hapalan Al-Qur’an-nya’,”
“Kemudian seseorang yang paling muda
ditanya oleh Rasulullah SAW, ‘Berapa banyak Al-Qur’an yang telah engkau hapal,
hai fulan?’ ia menjawab, ‘aku telah hapal surah ini dan surah ini, serta surah
Al-Baqarah.’ Rasulullah SAW kembali bertanya, ‘Apakah engkau hapal surah
Al-Baqarah?’ Ia menjawab, ‘Betul.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Pergilah, dan
engkau menjadi ketua rombongan itu!’.” Kata Maula mengutip sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh At Tirmizi.
“Benar Nak Mas, itu salah satunya, dan
masih banyak lagi hadits yang menyatakan betapa orang yang di dalam dadanya
hapal Al-Qur’an, mendapat kehormatan di sisi Allah dan Rasul-Nya, seperti
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
‘Penghapal Al-Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al-Quran akan
berkata, “Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia,” kemudian orang itu dipakaikan
mahkota karamah (kehormatan), Al-Quran kembali meminta, “Wahai Tuhanku
tambahkanlah,” maka orang itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al-Quran
memohon lagi, “Wahai Tuhanku, ridhailah dia,” maka Allah SWT meridhainya. Dan
diperintahkan kepada orang itu, “bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat
surga),” dan Allah SWT menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan
nimat dan kebaikan’.” Kata Ki Bijak.
“Selanjutnya, Al-Qur’an mempunyai hak
atas kita untuk diamalkan, bacaan yang bagus, pemahaman arti yang baik, dan
hapalan yang banyak, tidak boleh lantas menjadikan kita bangga diri, karena
bacaan, arti dan hapalan yang tidak disertai dengan pengamalan yang baik dan
benar, laksana pohon rindang tanpa buah, tak banyak memberikan manfaat pada
orang yang memilikinya.” Kata Ki Bijak.
“Bahkan menurut hemat Aki, pengamalan
nilai-nilai yang terkadung dalam Al-Qur’an merupakan hal terpenting dalam upaya
kita memenuhi hak-hak Al-Qur’an.” Kata Ki Bijak lagi.
“Ki, kalau ada orang yang sudah
mengamalkan Al-Qur’an, tapi tidak bisa membaca Al-Qur’an bagaimana ki?” Tanya
Maula.
“Benar, ada orang yang sudah mengamalkan
Al-Qur’an meski ia tidak bisa membacanya, tapi itu sama sekali tidak berarti
menggugurkan kewajibannya untuk belajar membaca Al-Qur’an, belajar memahami
artinya, belajar menghapalnya, karena kewajiban tetaplah kewajiban, yang harus
ditunaikan, dan insya Allah, mereka yang sudah melaksanakan hukum-hukum
Al-Qur’an sebelum bisa membacanya, akan menjadi lebih baik lagi pengamalan
Al-Qur’anya kalau ditambah dengan membaca, mengerti dan menghapal Al-Qur’an
dengan baik.” kata Ki Bijak.
“Selanjutnya, mengajarkan Al-Qur’an juga
merupakan sebuah kewajiban kita terhadap Al-Qur’an yang harus kita laksanakan,
ajarkan apa yang kita mampu, walaupun hanya satu ayat.” Kata Ki Bijak.
“Buah yang matang dan ranum, tidak akan
dapat dirasakan manis dan nikmatnya jika hanya dibiarkan menggantung
diketinggian pohonnya, untuk itu, buah itu harus kita petik dan kita sampaikan,
agar orang lain bisa menikmati manis dan lezatnya buah yang kita hasilkan.”
Kata Ki Bijak.
“Ki, setelah mendengar penjelasan Aki
tadi, ana merasa, ana masih punya banyak ‘hutang’ terhadap Al-Qur’an ki, bacaan
Al-Qur’an ana masih banyak kurangnya, pemahaman ana terhadap Al-Qur’anpun masih
sedemikian dangkal, apalagi menghapal dan mengamalkannya, ana merasa masih
sangat-sangat jauh ki.” Kata Maula.
“Aki-pun demikian Nak Mas, masih banyak
hak-hak Al-Qur’an yang belum bisa Aki penuhi seluruhnya, tapi setidaknya mulai
sekarang, marilah kita kembali buka dan pelajari lagi Al-Qur’an, agar kita
tidak termasuk orang yang dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban kita terhadap
Al-Qur’an.” kata Ki Bijak merendah.
“Ki, adakah kiat yang bisa ana pakai
untuk bisa belajar Al-Qur’an dengan benar ki.” Tanya Maula.
“Setiap orang, memiliki cara dan
kekhususan tersendiri dalam mempelajari Al-Qur’an, setiap orang mungkin berbeda
cara belajarnya, namun setidaknya kita harus memiliki beberapa hal mendasar
sebagai modal kita untuk belajar Al-Qur’an.” Kata Ki Bijak.
“Apa saja modal dasar itu, ki?” Tanya
Maula.
“Pertama, Niat dan komitmen yang kuat,
niatkan belajar kita lillahi ta’ala, hanya semata karena mengharap ridha-Nya,
kemudian, tanamkan dalam diri kita sebuah komitmen yang tinggi untuk
benar-benar belajar dan mempelajari Al-Qur’an.”
“Kedua, tanamkan selalu sifat rendah
hati, sifat tawadlu, agar kita tidak cepat merasa bosan atau cepat merasa puas
dengan apa yang telah kita pelajari.”
“Ketiga, belajarlah terus menerus dengan
penuh kesungguhan.”
“Keempat, amalkan apa yang sudah kita
pelajari, misalkan kita sudah belajar baca bismillah, pahami apa arti dan makna
yang terkandung didalamnya, kemudian amalkan dalam keseharian kita, bahwa tidak
ada satupun aktivitas kita yang lepas dari memohon pertologan kepada Allah,
yaitu dengan membaca Bismilllah.”
“Selanjutnya, untuk membantu proses
belajar kita, ajarkan apa yang sudah kita pahami, proses ini akan membantu
ingatan kita terhadap apa yang telah kita dapat, dengan mengajarkan, secara
otomatis kita selalu mengulang-ulang pelajaran yang sama, sehingga tingkat
pemahaman dan belajar kita insya Allah menjadi lebih baik.”
“Kemudian, kalau lima proses diatas
sudah kita lakukan dengan benar, maka kita akan memiliki karakter.” kata Ki
Bijak
“Apa cirinya kita sudah memiliki
karakter ki?” Tanya Maula
“Cirinya, kita akan merasa rugi kalau
sehari saja kita tidak baca Al-Qur’an,kita akan merasa kehilangan, kalau sehari
saja kita tidak buka Al-Qur’an, atau kita akan merasa bersedih karena kehilangan
momentun belajar Al-Qur’an, setiap hari, setiap saat dan setiap detik, orang
yang memiliki karakter ini akan menunjukan semangat dan keinginan yang kuat
untuk belajar Al-Qur’an.” Kata Ki Bijak.
“Alangkah bahagianya mereka yang sudah
memiliki karakter seperti itu ya ki.” Kata Maula.
“Ya, berbahagialah orang yang memiliki
karakter positif seperti itu, sebaliknya kita mesti berhati-hati kalau justru
karakter negatif secara tidak sengaja menempel pada diri kita.” Kata Ki Bijak.
“Contohnya apa ki?” Tanya Maula.
“Menunda waktu shalat, kadang juga
merupakan menjadi ciri atau karakter seseorang, sehingga kalau ia shalat tepat
waktu, malah merasa rugi dan terganggu.”
“Kemudian lagi kebiasaan mencela, juga
bisa jadi karakter seseorang, sehingga kalau belum mencela, rasanya gatal, dan
lain sebagainya.” Kata Ki Bijak memperingatkan Maula untuk berhati-hati.
“Ya ki, semoga ana bisa memiliki
karakter positif dan semoga pula ana terhindar dari karakter negatif tadi ya
ki.” Kata Maula.
“Semoga Nak Mas.” Kata Ki Bijak.
Wassalam.
Abu Maulana
http://bahasahati.blogspot.com
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Komentar