Tuesday 25 March 2014

Apakah Allah swt Tidak Menyayangiku???



Apakah Allah swt Tidak Menyayangiku???
Mungkin, pertanyaan semacam ini pernah atau bahkan mungkin sering merasuk dalam diri seorang muslim. Dia melihat orang-orang yang akhlak dan ilmu agamanya jauh lebih rendah darinya, atau bahkan mungkin rusak, namun kenapa Allah swt senantiasa memberikan orang tersebut harta yang melimpah? Kenapa rizki orang-orang yang jauh dari Allah swt jauh lebih baik dari dirinya? Kenapa dirinya yang senantiasa taat dan selalu berusaha untuk berjalan lurus di jalan-Nya tapi tidak pernah mendapatka rizki yang lebih baik? Apakah Allah swt tidak menyayangi aku dan orang-orang seperti aku yang selalu berusaha untuk taat kepada-Nya?
Untuk  menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, coba sejenak mari kita perhatikan cerita singkat dan sederhana berikut:
Si TAAT dan si JAHAT
Dahula kala…bahkan sampai saat ini …
Ada seorang ayah yang memiliki dua anak …
Anak yang satu bernama TAAT …
an yang kedua bernama JAHAT …
Si TAAT selalu menuruti semua perintah dan larangan ayahnya, selalu membantu ayah dan Ibunya, mengerti akan tugas-tugasnyanya, tidak pernah membuat ayah dan ibunya marah, selalu bersikap hormat, penyantun, lembut dalam bertutur kata …
Sedangkan si JAHAT hampir selalu melawan perintah dan larangan ayah dan ibunya, malas bekerja dan membantu orang tua, suka membuat orangtuanya jengkel, arogan, ucapannya suka kasar dan kotor …
Suatu ketika …
Baik si TAAT maupun si JAHAT sama-sama mengajukan permintaan…
Kebetulan permintaan keduanya sama …
Keduanya sama-sama meminta dibelikan mobil-mobilan baru yang harganya sangat mahal …
Apakah yang terjadi…?
Apakah sang ayah hanya akan mengabulkan permintaan si TAAT karena telah bersikap baik kemudian menolak permintaan si JAHAT karena selalu bersikap buruk …?
Ternyata…jawabannya tidaklah demikian …
Sang ayah menuruti permintaan kedua anaknya untuk membelikan mobil-mobilan …
Bahkan, ayah masih menuruti kemauan si JAHAT yang masih minta di tambah dengan satu buah pistol-pistolan, sementara si TAAT sudah sangat berterimakasih dan bersyukur karena sudah dibelikan mobil-mobilan baru dengan harga yang sangat mahal itu …
HIKMAH:
Apakah dengan demikian berarti sang ayah benar-benar menyayangi si JAHAT dan si TAAT dengan seimbang? Atau justru si ayah lebih menyayangi si JAHAT karena telah membelikan mainan tambahan?
Jawabnya adalah : “BELUM TENTU”
Disinilah berperan yang disebut dengan sifat “Penyayang” dan “Pemberi”.
Sang ayah membelikan mobil-mobilan kepada si TAAT karena ia memang sangat menyayangi anaknya yang selalu patuh itu …
Dan ia membelikan mobil-mobilan kepada si JAHAT karena sang ayah masih memiliki sifat pemberi selain sifat penyayang tadi …
Adapun sang ayah yang membelikan mainan tambahan kepada si JAHAT berupa pistol-pistolan, tidak lain dan tidak bukan, hanyalah sebagi ujian bagi anaknya agar ia berfikir bahwa meskipun ia terlampau nakal, sang ayah tidak akan membeda-bedakannya, sang ayah tidak akan memblokir permintaan dan pemberiannya… dan berharap agar ia bisa berubah dikemudian hari untuk menjadi anak yang baik seperti si TAAT …
Begitu juga dengan Allah swt, Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia akan selalu memberi, namun belum tentu bahwa ia akan selalu menyayangi. Adapun setiap pemberiannya adalah nikmat bagi kita semua. Sedangkan nikmat adalah ujian agar kita bersyukur kepadanya, bukan malah kufur atau ingkar kepadanya. Karena, barangsiapa kufur atas nikmat Allah, maka azab-Nya yang pedih telah menanti.
Dikutip dari www.lingkarcahaya.com
















            Menata Hati

Betapa indahnya sekiranya kita memiliki qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, terawat dengan sebaik-baiknya. Ibarat taman bunga yang pemiliknya mampu merawatnya dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Alur-alur penanamannya tertata rapih. Pengelompokan jenis dan warna bunganya berkombinasi secara artistik. Yang ditanam hanya tanaman bunga yang memiliki warna-warni yang indah atau bahkan yang menyemerbakan keharuman yang menyegarkan.
Rerumputan liar yang tumbuh dibawahnya senantiasa disiangi. Parasit ataupun hama yang akan merusak batang dan daunnya dimusnahkan. Tak lupa setiap hari disiraminya dengan merata, dengan air yang bersih. Tak akan dibiarkan ada dahan yang patah atau ranting yang mengering.
Walhasil, tanahnya senantiasa gembur, tanaman bunga pun tumbuh dengan subur. Dedaunannya sehat menghijau. Dan, subhanallah, bila pagi tiba manakala sang matahari naik sepenggalah, dan saat titik-titik embun yang bergelayutan di ujung dedaunan menagkap kilatan cahayanya, bunga-bunga itu, dengan aneka warnanya, mekar merekah. Wewangian harumnya semerbak ke seantero taman, tak hanya tercium oleh pemiliknya, tetapi juga oleh siapapun yang kebetulan berlalu dekat taman. Sungguh, alangkah indah dan mengesankan.
Begitu pun qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, serta terawat dengan sebaik-baiknya. Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang, tenteram, tenang, sejuk, dan indahnya hidup di dunia ini. Semua ini akan tersemburat pula dalam setiap gerak-geriknya, perilakunya, tutur katanya, sunggingan senyumnya, tatapan matanya, riak air mukanya, bahkan diamnya sekalipun.
Orang yang hatinya tertata dengan baik tak pernah merasa resah gelisah, tak pernah bermuram durja, tak pernah gundah gulana. Kemana pun pergi dan dimana pun berada, ia senantiasa mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa berada dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya bagai embun yang menggelayut di dedaunan di pagi hari, jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Hatinya tertambat bukan kepada barang-barang yang fana, melainkan selalu ingat dan merindukan Zat yang Maha Memberi Ketenteraman, Allah Azza wa Jalla.
Ia yakin dengan keyakinan yang amat sangat bahwa hanya dengan mengingat dan merindukan Allah, hanya dengan menyebut-nyebut namanya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka hatinya menjadi tenteram. Tantangan apapun dihadapinya, seberat apapun, diterimanya dengan ikhlas. Dihadapinya dengan sunggingan senyum dan lapang dada. Baginya tak ada masalah sebab yang menjadi masalah hanyalah caranya yang salah dalam menghadapi masalah.
Adalah kebalikannya dengan orang yang berhati semrawut dan kusut masai. Ia bagaikan kamar mandi yang kumuh dan tidak terpelihara. Lantainya penuh dengan kotoran. Lubang WC-nya masih belepotan sisa kotoran. Dindingnya kotor dan kusam. Gayungnya bocor, kotor, dan berlendir. Pintunya tak berselot. Krannya susah diputar dan air pun sulit untuk mengalir. Tak ada gantungan. Baunya membuat setiap orang yang menghampirinya menutup hidung. Sudah pasti setiap orang enggan memasukinya. Kalaupun ada yang sudi memasukinya, pastilah karena tak ada pilihan lain dan dalam keadaan yang sangat terdesak. Itu pun seraya menutup hidung dan menghindarkan pandangan sebisa-bisanya.
Begitu pun keadaannya dengan orang yang berhati kusam. Ia senantiasa tampak resah dan gelisah. Hatinya dikotori dengan buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi, mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain berbahagia, kikir, dan lain-lain penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan.
Sungguh, orang yang berhati busuk seperti itu akan mendapatkan kerugian yang berlipat-lipat. Tidak saja hatinya yang selalu gelisah, namun juga orang lain yang melihatnya pun akan merasa jijik dan tidak akan menaruh hormat sedikit pun jua. Ia akan dicibir dan dilecehkan orang. Ia akan tidak disukai, sehingga sangat mungkin akan tersisih dari pergaulan. Terlepas siapa orangnya. Adakah ia orang berilmu, berharta banyak, pejabat atau siapapun; kalau berhati busuk, niscaya akan mendapat celaan dari masyarakat yang mengenalnya. Derajatnya pun mungkin akan sama atau, bahkan, lebih hina dari pada apa yang dikeluarkan dari perutnya.
Bagi orang yang demikian, selain derajat kemuliannya, akan jatuh di hadapan manusia, juga di hadapan Allah. Ini dikarenakan hari-harinya selalu diwarnai dengan aneka perbuatan yang mengundang dosa. Allah tidak akan pernah berlaku aniaya terhadap makhluk-makhluknya. Sesungguhnyalah apa yang didapatkan seseorang itu, tidak bisa tidak, merupakan buah dari apa yang diusahakannya.
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى
ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاء الْأَوْفَى
“Dan bahwasannya manusia tidak akan memperoleh (sesuatu), selain dari apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberikan balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (QS. An Najm {53} : 39-41).
Kebaikan yang ditunaikan dan kejahatan yang diperbuat seseorang pastilah akan kembali kepada pelakunya. Jika berbuat kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan takaran yang telah dijanjikan-Nya. Sebaliknya, jika berbuat kejahatan, niscaya ia akan mendapatkan balasan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. Sedangkan kebaikan dan kejahatan tidaklah bisa berhimpun dalam satu kesatuan.
Orang yang hatinya tertata rapih adalah orang yang telah berhasil merintis jalan ke arah kebaikan. Ia tidak akan tergoyahkan dengan aneka rayuan dunia yang tampak menggiurkan. Ia akan melangkah pada jalan yang lurus. Dititinya tahapan kebaikan itu hingga mencapai titik puncak. Sementara itu ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk berusaha sekuat-kuatnya untuk memelihara dirinya dari sikap riya, ujub, dan perilaku rendah lainnya. Oleh karenanya, surga sebaik-baiknya tempat kembali, tentulah telah disediakan bagi kepulangannya ke yaumil akhir kelak. Bahkan ketika hidup di dunia yang singkat ini pun ia akan menikmati buah dari segala amal baiknya.
Dengan demikian, sungguh betapa beruntungnya orang yang senantiasa bersungguh-sungguh menata hatinya karena berarti ia telah menabung aneka kebaikan yang akan segera dipetik hasilnya dunia akhirat. Sebaliknya alangkan malangnya orang yang selama hidupnya lalai dan membiarkan hatinya kusut masai dan kotor. Karena, jangankan akhirat kelak, bahkan ketika hidup di dunia pun nyaris tidak akan pernah merasakan nikmatnya hidup tenteram, nyaman, dan lapang.

No comments:

Post a Comment

Silahkan Tinggalkan Komentar