Pendidikan
Anak Yatim, Tanggung Jawab Bersama
(Dicopy dari Rumah Ramah)
Anak Anak yatim, begitu
mendengar kata ini, seharusnya terbayang dibenak kita ‘seandainya waktu kecil
dulu saya adalah anak yatim, bagaimana kehidupan yang saya jalani?’. Ketika
Memiliki kedua orang tua yang mengasuh, mendidik dan menaungi adalah suatu
kenikmatan yang sangat indah.
Perasaan
seperti bahagia diatas tidak dirasakan oleh anak anak yatim. Rata-rata mereka
hidup sendiri, jauh dari asuhan dan didikan tetangganya, bahkan pernah kita
temui, keluarga dekatnya mulai acuh. Sungguh malang nasib anak yatim yang
sekarang ini banyak ditelantarkan, dan Insya Allah menjadi tanggung jawab kita
bersama mendidik dan membesarkannya.
Akibat
kejadian diatas, mereka anak yatim tidak dapat menjaga dan merawat diri mereka
sendiri. Banyak anak anak yatim yang terkesan kumuh, kotor, dekil dan menjijikkan.
Rata-rata pendidikan mereka terbelakang, bodoh dan terkesan nakal, dan ini
biasa kita temui di terminal, stasiun dan tempat lain yang barangkali pembaca
pernah temui.
Belum
lagi dengan usia mereka yang sangat dini mereka harus berusaha dan bekerja
untuk menghidupi diri sendiri. Mereka banyak dihina, dilecehkan bahkan banyak
yang menjadi korban pelecehan seksual.
Itulah
mereka anak yatim yang terlantar dari bimmbingan keluarga dekatnya apalagi kita
orang yang jauh darinya. Banyak di antara mereka yang putus asa atau tidak
memiliki harapan. Seolah hidup ini adalah “neraka” untuk mereka yang mereka
harus bertarung di dalamnya. Mereka sangat kesepian. Mereka selalu menangis di
hati-hati kecil mereka.
Yang
paling fatal dari itu semua, mereka tidak mengenal Islam dengan baik, apalagi
beribadah. Mereka cenderung bersama teman-teman mereka yang lain yang berada di
jalanan. Lebih parahnya lagi mereka terlibat dengan perbuatan keji, munkar dan
dosa besar bahkan bisa sampai kepada perbuatan yang kufur. Na’udzu billahi
min dzalika.
Islam
adalah agama yang mulia yang memuliakan bani Adam dari semua makhluk Allah.
Islam juga mengangkat derajat anak yatim. Allah menyuruh kita untuk menghormati
semua manusia, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ
خَلَقْنَا تَفْضِيلًا}
Artinya:
“Dan kami telah memuliakan anak keturunan Adam, memberikan tunggangan kepada
mereka di darat dan di laut, memberi rezki kepada mereka dari yang baik-baik
dan mengutamakan mereka dari banyak makhluk yang telah kami ciptakan
dengan suatu keutamaan.” (QS Al-sra’ : 70)
Islam
sudah memberi jawaban untuk semua permasalahan sosial yang dihadapi manusia. Allah
telah memberi keutamaan yang sangat besar untuk orang-orang yang menanggung
kehidupan anak yatim. Keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah itu sebanding
dengan rasa susah yang dialami ketika mendidik anak yatim tersebut.
Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam di dalam haditsnya telah menyebutkan salah satu
keutamaan memelihara dan merawat anak yatim
عن
سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
((أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا )) وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ
السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى.
Artinya:
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa Rasulullah bersabda, “Saya dan penanggung kehidupan anak
yatim di surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan dua jarinya: jari
telunjuk dan jari tengah.[1]
Orang
yang menanggung kehidupan anak yatim akan bersama dengan Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam di surga. Ganjaran ini banyak orang melalaikannya.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah seperti itu juga dengan tambahan:
((
كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ ))
Artinya:
“Penanggung kehidupan anak yatim, baik dari kalangan kerabatnya atau
selainnya.”[2]
Dalam
tambahan hadits di atas kita dapat menarik faidah bahwa menanggung
anak yatim tidak dikhususkan pada kaum kerabat saja, tetapi juga anak yatim
dari orang lain.
Makna Anak Yatim
Makna Anak Yatim
Di
dalam bahasa Arab, siapakah yang dinamakan anak yatim itu?
Disebutkan
di dalam Al-Mu’jam Al-Washith sebagai berikut:
(
اليَتِيْم ) الصَغِيْر الفَاقِدُ الأَب مِنَ الْإنْسَانِ وَالْأُمّ مِنَ
الْحَيْوَان .
Artinya:
(Yatim) adalah anak kecil dari manusia yang kehilangan bapaknya. Sedangkan pada
hewan adalah anak hewan yang masih kecil yang kehilangan ibunya.[3]
Para
ulama mengatakan bahwa seorang anak yang sudah mencapai
usia baligh tidak lagi dikatakan yatim, berdasarkan hadits yang
diriwayatkan ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((
لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ ، وَلاَ صُمَاتَ يَوْمٍ إِلَى اللَّيْلِ.))
Artinya:
“Tidak dikatakan yatim setelah mencapai usia baligh dan tidak boleh diam (tidak
berbicara) seharian sampai waktu malam.”[4]
Akan
tetapi, bukan berarti ketika kita mengasuh anak yatim sejak dia kecil, kemudian
dia baligh, kita biarkan dia terlantar begitu saja. Selama mereka belum
memiliki kemampuan untuk bekerja dan berpenghasilan sendiri, maka kita tetap
disyariatkan untuk memberikan bantuan kepadanya. Apalagi di zaman sekarang ini,
anak-anak dituntut untuk menyelesaikan pendidikannya, minimal SMA atau
setingkatnya. Jika bisa kita menyekolahkannya sampai tingkat yang lebih tinggi
lagi maka itu lebih baik.
Keutamaan Memelihara Anak Yatim
Keutamaan
memelihara anak yatim sangat banyak, berikut penulis sebutkan beberapa di
antaranya:
عن
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: ((
أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ أَنْ تُدْخِلَ عَلَى أَخِيْكَ الْمُؤْمِنِ سُرُوْرًا أَوْ
تَقْضِيَ عَنْهُ دَيْنًا أَوْ تُطْعِمَهٌ خُبْزًا.))
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seafdal-afdal
amalan adalah engkau membuat seorang mukmin bahagia, engkau membayarkan
hutangnya atau engkau memberikan makan dia sebuah roti.”[5]
‘Membuat
seorang mukmin bahagia’, Bukankah mengasuh anak yatim termasuk di dalamnya.
Mudah-mudahan kita termasuk orang yang bersemangat untuk mengasuh anak yatim.
Keutamaan yang lainnya:
Keutamaan yang lainnya:
عن
أَبِى هُرَيْرَةَ : أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-
قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ : (( إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ فَأَطْعِمِ
الْمَسَاكِينَ وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ )).
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya ada
seseorang datang ke Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengeluh
kekerasan hatinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepadanya, “Jika engkau ingin hatimu menjadi lunak, maka
berilah makan orang-orang miskin dan usaplah kepala anak yatim!”[6]
Hadits ini
dengan jelas menerangkan bahwa memberi makan orang-orang miskin dan mengusap
kepala anak yatim dapat melunakkan hati. Kalau kita melihat dua amalan
tersebut, maka kita akan mendapatkan bahwa orang yang sombong, pelit dan kasar
tidak akan mampu melaksanakan kedua amalan itu. Oleh karena itu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melatihnya untuk mendekati
orang-orang miskin dan anak yatim agar dapat merasakan apa yang mereka rasakan
sehingga hatinya tidak lagi menjadi keras. Subhanahu wa ta’ala, ini adalah
sebuah petunjuk yang penuh hikmah yang diajarkan oleh Nabi kita,
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras perbuatan zalim kepada anak yatim.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اللَّهُمَّ
إِنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ : الْيَتِيمِ ، وَالْمَرْأَةِ.
“Ya
Allah! Sesungguhnya saya menyatakan haram (kepada umat Muhammad untuk
melalaikan) hak dua orang yang lemah: anak yatim dan wanita.”[7]
Para
sahabat adalah orang-orang yang paling cepat dan bersegera dalam mengamalkan
apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara
bukti nyata yang menunjukkan hal itu adalah apa yang dilakukan oleh ‘Abdullah
bin ‘Umar bin Khaththab yang diabadikan di dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad,
sebagai berikut:
عن
أَبُي بَكْرِ بْنُ حَفْصٍ ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ كَانَ لاَ يَأْكُلُ طَعَامًا
إِلاَّ وَعَلَى خِوَانِهِ يَتِيمٌ.
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Hafsh bahwasanya dia berkata, “‘Abdullah (bin
‘Umar bin Al-Khaththab) radhiallahu ‘anhuma tidak pernah makan kecuali di
samping piringnya ada anak yatim.”[8]
Bagi Anda Yang Memiliki Kelebihan Harta
Bagi Anda Yang Memiliki Kelebihan Harta
Orang
yang memiliki kelebihan harta sudah sepantasnya menginfakkannya kepada
anak-anak yatim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ
هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةً وَنِعْمَ صَاحِبُ الْمُسْلِمِ هُوَ لِمَنْ
أَعْطَى مِنْهُ الْيَتِيمَ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ
“Sesungguhnya
harta itu berwarna hijau (enak dipandang) dan manis (dirasakan). Sebaik-baik
sahabat muslim adalah yang memberikan harta tersebut untuk anak yatim, orang
miskin dan ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan).”[9]
Setelah
membaca tulisan ini, sungguh menarik bukan, jika kita bisa menjadi
pemerhati-pemerhati dan penanggung kehidupan
anak yatim. Mudah-mudahan dengan demikian kita bisa mendapatkan
ganjaran seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Amin.
Judul
asli : Anak
Yatim yang Terlantar
Oleh: Ustadz Said Yai Ardiansyah, Lc, MA
Oleh: Ustadz Said Yai Ardiansyah, Lc, MA
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Komentar